Minggu, 02 Desember 2018
Mengapa Aku Nulis Blog?
Awal mengenal blog sekitar tahun 2004. Saat itu, rumah blog yang kutahu hanya MULTIPLY. Aku tak lantas membuat akun di sana. Karena kesibukan (ceile) di luar dunia maya. Selang beberapa tahun, sebelum ada Facebook, aku baru deh bikin blog di sana. Pencarian nama blog aku bisa dibilang santai. Kalau kata teman, ya udah sih pakai nama aku aja.
ulfahkh.multiply.com atau
oelfahkh.multiply.com atau
ulfahkhaerani.multiply.com atau
uphethonk.multiply.com , dll
Hmm. Aku belum menemukan yang sreg. Lalu, internet UNLIMITED Speedy Office masuk RT-ku. Sebulan aku hanya perlu membayar 75 ribu rupiah untuk internet sepuasnya sehari-hari selama sebulan penuh. Jadilah aku penunggu ruang kerja dengan 1 set komputer. Pulang aktivitas di luar, kerjaan utama di rumah adalah di depan komputer. Kecepatan internet yang sangat memuaskan ini bikin aku betah berlama-lama nge-net. Apa saja kubaca dan kutelaah via Google atau website informatif tertentu.
Lalu, aku teringat belum dapat nama untuk blog ku itu. Sambil mikir, aku sambil blogwalking ke sejumlah akun. Salah satunya, blog Asma Nadia yang isinya semua tentang buku dan tulisan sederhana yang menyentuh. Betah deh aku berlama-lama di situ. Hingga akhirnya, ibu suruh aku makan dulu. Aku ke ruang tengah bawa makanan. Maksudnya mau makan sambil nonton tv. Eh, pas ada acara Maknyus-nya Pak Bondan Winarno.
Waktu itu Pak Bondan lagi mencicipi rawon di suatu daerah di Jawa. Pak Bondan kurang lebih mengucapkan hal-hal seperti: hmm...rasa rawon yang monokromatik, satu rasa, ada .... ... (lupa nyebut rempah apa saja bapak pakar kuliner ini, kalau ga salah ada kluwak, dll), tapi yang ini maknyos-nya beda.
Suddenly, kok kata 'monokromatik' terngiang terus di kepalaku. Sampai aku selesai makan, lalu cuci piring, mandi, dan balik lagi ke depan komputer. Dan cepat saja, kata itu sudah jadi nama blog pertamaku www.monokromatik.multiply.com.
Kesannya, monokromatik itu monoton atau sangat sederhana dan tiada spesialnya. Tapi, buatku...ini sebuah bentuk kesederhanaan yang sejatinya sering manusia rindukan. Satu warna yang dimengerti. Nggak neko-neko, simple yang kaya, dan bisa dibilang spesial. Karena bisa jadi untuk mencapai monokromatik, setiap orang membutuhkan effort luar biasa untuk setidaknya menyamai satu warna itu.
Dan kata ini pula yang jadi ide untuk salah satu bab dalam novel MORNING DEW AND THE TOGETHERNESS WE SHARE terbitan Elexmedia yang kutulis sekitar 6 tahun lalu itu.
Blog pertamaku ini kutulisi apa yang ada di kepala aja. Bukan sesuatu yang viralable, tapi aku sangat menikmati menulisnya. Dari sini aku tahu alasan mengapa aku menulis blog, untuk mendapatkan nikmat bahagia. Bukan untuk hal lain seperti menjadi viral, dibaca banyak orang, atau mendapatkan materi tertentu. Kalau pun aku menuliskan review produk tertentu ya karena aku suka produk itu. Bukan yang lain.
Beberapa tahun berselang, MULTIPLY hengkang dari jagad maya. Aku terpukul. Pasalnya, aku baru banget betah di sana. Sudah gitu, friendly user banget kan MUKTIPLY itu. Setelah itu, aku berhenti main blog. Meskipun ada rumah blog lainnya. Aku tetap bergeming.
Selanjutnya, aku kenal Facebook di tahun 2009. Saat itu, aku sudah mengajar di salah satu SDIT di kota tempat domisiliku. Aku mulai seru berselancar di media sosial itu. Hingga suatu hari, aku menemukan berbagai komunitas blogger di FB. Dan...tadaaa...di sinilah aku sekarang. Aku mulai membuat blog lagi. Kali ini dengan nama yang ga perlu pusing mikirnya. Sama seperti nama akun IG-ku, @ukhaerani. Apakah kali ini alasan aku nulis blog itu sama?
Yup. Exactly. Nggak berubah sejak awal. Hanya untuk merasakan nikmat bahagia menulis. Dan ini sangat luas pengertiannya. Nikmat bahagia menulis itu.
Minggu, 25 November 2018
Gawaiku Gawaimu
Big dan the kruntelan mbak...
Yaa Allah nikmatnya istirahat usai berjibaku dengan setumpuk tugas....😁☺
Betapa gadget dalam genggaman tangan bisa membuat kita rileks for a while atau justru bikin riak gelombang di tengah dahi ya? 😁 hi hi you choose one..ssst..ini ngomongin medsos lho..
Dan zaman sekarang itu sepertinya semua bisa berkomentar apa saja...yang penting kita mah gini aja yah:
- Hindari debat, meski kita benar...
- Tulis yang memotivasi, mengajak kebaikan, en mendamaikan
- Diam atau jangan bicara pada yang bukan urusan kita
- Jangan terpancing dengan obrolan yang tak baik (QS. Al-Muddassir ayat 42-47)
- Sederhana dalam bertutur kata (QS. Lukman ayat 19)
- Apa lagi yah? (Tambahkan sendiri akang teteh nu baik)
#happy mbak
#medsos
#motivation
#inspiration
#kindness
#nooffense #semangat #peace #love #mature #gadget
Senin, 08 Oktober 2018
Books All Surrounded
Writing moment with books around me. |
Aku pun meng-iya-kan apa yang Cicero pahami ini. Jauh sebelum booming-nya budaya membaca, budaya mengoleksi buku yang jadi hiasan di rumah, dan menjamurnya workshop menulis yang melahirkan banyak penulis baru berbakat.
Tapi, jika boleh aku akan mengganti 'a soul' dengan 'bacteries'. Bagaimanapun, tubuh kita tidak akan terlepas dari yang namanya bakteri, kan? Mau dia bakteri jahat, maupun bakteri baik. Sedangkan, 'soul', sungguh mengerikan jika tubuh terlepas dari jiwanya. Mungkin Cicero ingin menekankan sesuatu dalam kalimatnya. Sesuatu yang dalam jika kau hiduo di suatu ruangan tanpa buku-buku itu.
Aku mencoba menelusuri jalan pikiran orang-orang di sekitar. Baik dia sebagai netizen atau citizen. Ini penelusuran setelah bermangkuk-mangkuk bakso kunikmati, bergelas-gelas air kuteguk, dan ribuan uang kuhabiskan untuk naik turun kendaraan menuju perpustakaan dan rumah orang dengan books all surrounded.
Kira-kira, mengapa ya mereka punya banyak buku di tempat tinggalnya? Mungkinkah poin-poin yang kutuliskan di bawah ini juga jadi salah satu alasan kamu punya banyak buku di rumah?
- Terlanjur beli pas jalan-jalan di toko buku. Entah karena kepincut kaver depannya, blurb-nya, atau nama penulis dan genre-nya. Sampai di rumah, mungkin buku itu tidak langsung dibuka karena kesibukan yang menanti di depan mata. Sampai akhirnya, buku itu jadi penghuni tetap kamar bersama buku-buku baru lainnya yang berdatangan karena terlanjur dibeli juga hehe...
- Kesepian. Bukan si pemilik ruangannya yang kesepian. Melainkan rak atau lemari di kamarnya. Punya lemari kok isinya pajangan thok bersama produk-produk kecantikan yang tidak seberapa jumlahnya. Jadilah lemari atau rak yang kesepian diisi buku-buku aneka genre.
- Hadiah. Momen tertentu seperti ulang tahun, kenaikan kelas, dapat proyek, pernikahan, kelahiran anak, seringkali mengundang orang-orang terdekat menghadiahi kita buku. Apalagi kalau mereka tahu kita tukang baca. Baca apa saja di jalan. Sampai hampir menabrak tiang listrik atau terjungkal di trotoar. Dan membaca 'seseorang'.
- Pengganjal furniture. Serius, aku pernah nemu buku-buku itu dipakai buat mengganjal lemari yang kacanya suka goyang, mejanya sering unstable akibat lantai tak rata, dan figura foto bagian belakangnya dah somplak, sementara bagian depannya masih paripurna.
- Miss Giveaway. Sebagian besar kamu pasti deh langganan menang kuis atau giveaway di medsos? Ya, kan? Dah gitu sering hadiahnya berupa buku seperti novel, buku motivasi, majalah, atau kumpulan puisi. Tak heran jika di ruangan pribadi kamu banyak bukunya. Aroma kemenangannya pun masih tajam tercium.
- Karena kamu penulis. Mustahil jika hanya ada sedikit buku di ruangan kamu, sementara kamu seorang penulis. Minimal, kamu punya e-book di tab/gawai kamu yang canggih itu. Eh, tapi ya menurutku, buku itu lebih seksi kalau bentuknya fisik. Ya, nggak sih? Hihi.. Oh iya, by the way, untuk bisa menulis sebuah buku karya sendiri, seorang penulis itu setidaknya melakukan library research dan atau membeli buku 5 sampai 20 eksemplar lho. Dengan judul dan penerbit yang berbeda. Di samping melakukan field research seperti bertemu narasumber, mewawancarai pihak terkait, dan mengambil foto di lapangan yang berkaitan dengan tuliannya.
- Mendapat warisan. Kamu yang punya keluarga (orangtua, kakek, nenek, paman, bibi, kakak, adik, dll) doyan membaca pasti akan mendapat warisan berupa buku. Bersyukurlah untuk itu. Karena kamu mendapat warisan yang tak ternilai harganya. Asal jangan warisannya buku hutang ya...hehe...
- Silakan lanjutkan sendiri, kira-kira apa yang terjadi sebelumnya sampai kamu punya banyak buku dalam ruangan kamu.
NB:
Ah, buku itu ya tak pernah memaki kita. Malah kita yang sering memaki buku bila isinya tak sesuai dengan apa yang kita pikirkan usai melihat kavernya.
Drop the line and please be my guest...thanks a bunch^^
Sabtu, 06 Oktober 2018
The Thing That Make Me Smile
Kamu pasti senang jika ada seseorang yang mengungkapkan bahwa dia mencintai segala hal yang membuatmu tersenyum. Apalagi jika orang itu someone special.
Dan aku selalu yakin, bahwa kalau kita bisa tersenyum karena suatu hal, itu akan menular ke orang lain. Sehingga membuat orang lain juga menyukai hal yang kita sukai.
Seperti drama-drama Korea yang sering adikku tonton. Dia asyik dengan laptopnya. Saat kuintip ternyata semua drama yang ia tonton di laptopnya itu lucu-lucu dan bikin penasaran. Kebanyakan juga mendatangkan perasaan senang usai menontonnya. Aku pun tertular senyum dan senangnya.
Lalu, tanpa kuminta, adikku menaruh sejumlah drama di dalam laptopku sewaktu aku jeda nulis dulu. Entah lagi kosek WC, masak, sepedaan, atau mengepel lantai.
Aku pun menemukan file itu saat lelah merangkai kata, lalu lagi cari games eh malah nemu file baru berisi drakor. File itu pun kuberi nama : KOREAN GIGS.
Menonton beberapa drakor, membuatku blushing, echoing, missing, dan -ing -ing lainnya sehingga aku mulai mencari aplikasi Android khusus nonton streaming drakor di Play Store. Kamu mau tahu, sejumlah drakor yang sejauh ini aku masih suka nonton lagi dan lagi karena sangat berkesan? Cus, ikuti list-nya di bawah yaaa....diurutkan berdasarkan yang paling diingat saat nulis yah hehe...
My Introverted Boss jadi background desktop-ku hehe... |
- Eulachacha Waikiki
- Because This Is My First Life
- Cheese In The Trap
- Chicago Typewriter
- Cinderela and Four Knights
- Cunning Single Lady
- Introverted Boss
- Fated to Love You
- Go Back Couple
- Goblin
- Healer
- High School Love On
- I am Not Robot
- I Remember You
- It's Ok That's Love
- Jealousy Incarnate
- K2
- Kill Me, Heal Me
- King of High School Life Conduct
- Lunch Box
- Misaeng
- My Only Love Song
- Oh My Ghost
- Pinoccio
- Producer
- Reply 1988
- Reply 1997
- Revolutionary Love
- Rich Man Poor Woman
- Sassy Go Go
- School 2017
- She Was Pretty
- Shopping King Louie
- Strong Woman Do Bong Soon
- Suspicious Partner
- The Prime Minister And I
- The Heirs
- Switch Change The World
- The Legend of The Bkue Sea
- The Master's Sun
- Who Are You School 2015
- Come and Hug Me
- Fullhouse
Rencananya, masing-masing drama Korea itu akan kuulas lebih lanjut di blog-blog Ulf selanjutnya...
Your Pet: Bagian Dari Kehidupanmu Yang Lain
Siapa saja anggota keluarga kita di rumah? Apakah ada kombinasi antara manusia, hewan, dan tumbuhan? Jika memang ada, aku hanya mau bilang betapa cool-nya kamu. Karena di alam terbuka saja menyatukan antara manusia, hewan, dan tumbuhan seringkali berujung pada chaos nan brutal. Belum lagi jika harus ada yang mati karena perjuangan saling mempertahankan eksistensi itu.
Judul ini aku angkat karena adabagian dari hatiku yang sedang merasa pilu. Kamu tahu nggak kenapa? Aku pilu sampai bingung harus mulai dari mana.
Oke, aku mulai dari sini saja.
Dari kecil, di rumahku itu nggak pernah memelihara hewan berbulu atau berambut (karena kalau bulu kan bercabang, sedangkan rambut tak bercabang layaknya helai-helai rambut di tubuh kita, kan?#cmiiw). Alasannya, ya tak pernah ada alasan pasti. Terjadi begitu saja. Tapi, yang jelas orangtua kami punya tetangga yang pelihara hewan-hewan berbulu. Dan mereka terlihat repot membersihkan sisi-sisi rumah yang penuh dengan rontokan bulu-bulu hewan peliharaan mereka. Di samping keseruan memiliki hewan peliharaan berbulu. Orangtua kami nggak mau terlalu repot seperti itu. Ditambah kami berprinsip, memelihara apapun harus dengan rasa tanggungjawab yang penuh. Dan tidak menyiksa orang-orang di sekitar. Karena kerap tetangga kami minta tolong ke anggota keluarganya yang lain. Tapi, akhirnya jadi ribut karena treatment mereka ke hewan-hewan itu beda.
Jadilah, di rumah kami hanya pelihara ikan atau kura-kura. Pernah labi-labi, tapi tak berumur panjang. Pernah juga kelinci yang berambut tebal dan halus. Tapi, ya gitu tak berumur panjang juga. Hanya ikan dan kura-kura yang bertahan lama. Bahkan sampai anak-anak besar dan punya kesibukan masing-masing yang sangat menyita waktu. Begitu kami serahkan perawatan hewan peliharaan sama anggota keluarga lain yang tidak biasa merawat, alhamdulillah tidak terlalu merepotkan.
Dari sini, aku selalu takjub bin kagum pada mereka yang punya hewan peliharaan berbulu seperti kucing, anjing, kelinci, musang, atau unggas. Dan mereka masih tetap akur sesama anggota keluarga, pekerjaan beres, dan tetap bisa menikmati hidup tanpa drama.
Hingga suatu hari, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri...saat itu aku berusia 9 tahun. Orang yang kukagumi karena hewan peliharaan berbulu itu melempar satu persatu anak-anak kucing yang baru dilahirkan kucing peliharaan temanku di atas loteng. Temanku menangis sejadi-jadinya. Memohon pada ayahnya mengembalikan anak-anak kucing itu ke tengah dekapan ibunya yang masih kelelahan usai melahirkan. Aku diam, bingung, tak bisa nangis, tapi pilu di dalam hati.
Ayahnya bilang,"Anak-anak kucing itu biar ada yang mungut di situ. Kalau dibuang ke jalan, mereka masih bisa balik lagi ke sini. Udah kamu diam. Masuk sana, urusin ibunya."
Keesokan harinya, temanku bersekolah seperti biasa. Kami beda sekolah dan beda waktu kepulangan sekolah. Aku pulang lebih sore. Pulang sekolah, aku main ke rumah temanku tuk melihat keadaannya. Sungguh, ia bisa menjalani hari seperti biasa, tapi keceriaannya hilang. Numb.
Kisah lainnya, baru terjadi sekitar setahun lalu. Si mpus yang ekornya terlihat menyembul di foto yang kutaruh ini, melahirkan sekitar 8 ekor anak kucing, kalau aku tidak salah hitung. Sehari setelah melahirkan, seekor anak kucing dijual oleh tuannya ke tetangga dekat rumah kami. Dia tetangga baru yang anak-anaknya suka dengan kucing berbulu tebal dan berekor menggemaskan itu. Apalagi kucing itu senang menyambangi rumah-rumah tetangga. Dia sering menemaniku mengetik di pagi atau sore hari. Mengelilingi tempatku ndeprok nge-laptop atau makan bakso atau camilan bareng. Aku nangis saat tahu dia dipisahkan dari anaknya hanya demi uang 800 ribu rupiah. Lalu, kudengar kabar kalau anak-anaknya yang lain juga dijual ke orang-orang jauh. Padahal mereka bukan keluarga tidak mampu. Mereka hidup berkecukupan. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka saat memisahkan ibu dan anak-anaknya.
Kalau kutanya, mereka hanya bilang," Habis berisik, Mbak Rani. Meong-meong terus rame di dalam."
How come? Bukankah kalian memelihara kucing-kucing lucu itu untuk disayangi? Dengan segala tingkah laku yang ada dalam diri mereka? Sungguh alasan yang tidak masuk akal, buatku.
Waktu pun berjalan begitu cepat. Anak kucing yang menghuni baru di samping rumahku itu senang duduk di balkon tuan barunya sambil memandangi hujan. Lalu, suatu pagi, aku baru selesai menulis. Tutup laptop, lalu aku ke kamar mandi untuk bersih-bersih sebelum istirahat sebentar setelah semalaman terjaga. Betapa kagetnya aku saat menggeser bak mandi besar, aku melihat si anak kucing berinisial C itu duduk diam dengan wajah memelas di belakang ember. Aku ajak keluar. C bergeming. Dia membuka menutup matanya saat kutatap. Sudah kupancing dengan makanan dan foto kucing dari hp, dia tetap diam. Padahal itu lantai kamar mandi basah. Rupanya dia sudah semalaman di sana. Dia masuk lewat atap dapur yang ia jebol pada siang hari. Aku memang mendengar suara seperti ada benda jatuh dari atas atap di siang hari kemarinnya. Dan aku baru sadar saat ia dibawa pulang pemiliknya. C kabur dari balkon berjalan ke atap rumahku. Dan entah bagaimana, ia berhasil menjebol atap dapur dan turun. Lalu, ia masuk bersembunyi di kamar mandi.
Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Tapi, satu yang pasti, hewan peliharaanmu adalah bagian dari anggota keluargamu. Bagian dari kehidupanmu yang lain. Hidup bersama hewan tidak sama dengan hidup bersama manusia. Dua bagian yang tidak sama di kehidupanmu yang sekali saja terjadi ini, masih bisa berjalan selaras jika kamu mau peduli bertindak tulus dari hati. Mereka juga butuh kamu awasi.
Maaf ya kalau tulisanku kali ini agak ke sana kemari hehe...
Aku sedih dan galau si ekor lembut nan tebal itu harus terpisah dari anak-anaknya...
Judul ini aku angkat karena adabagian dari hatiku yang sedang merasa pilu. Kamu tahu nggak kenapa? Aku pilu sampai bingung harus mulai dari mana.
Oke, aku mulai dari sini saja.
Dari kecil, di rumahku itu nggak pernah memelihara hewan berbulu atau berambut (karena kalau bulu kan bercabang, sedangkan rambut tak bercabang layaknya helai-helai rambut di tubuh kita, kan?#cmiiw). Alasannya, ya tak pernah ada alasan pasti. Terjadi begitu saja. Tapi, yang jelas orangtua kami punya tetangga yang pelihara hewan-hewan berbulu. Dan mereka terlihat repot membersihkan sisi-sisi rumah yang penuh dengan rontokan bulu-bulu hewan peliharaan mereka. Di samping keseruan memiliki hewan peliharaan berbulu. Orangtua kami nggak mau terlalu repot seperti itu. Ditambah kami berprinsip, memelihara apapun harus dengan rasa tanggungjawab yang penuh. Dan tidak menyiksa orang-orang di sekitar. Karena kerap tetangga kami minta tolong ke anggota keluarganya yang lain. Tapi, akhirnya jadi ribut karena treatment mereka ke hewan-hewan itu beda.
Jadilah, di rumah kami hanya pelihara ikan atau kura-kura. Pernah labi-labi, tapi tak berumur panjang. Pernah juga kelinci yang berambut tebal dan halus. Tapi, ya gitu tak berumur panjang juga. Hanya ikan dan kura-kura yang bertahan lama. Bahkan sampai anak-anak besar dan punya kesibukan masing-masing yang sangat menyita waktu. Begitu kami serahkan perawatan hewan peliharaan sama anggota keluarga lain yang tidak biasa merawat, alhamdulillah tidak terlalu merepotkan.
Dari sini, aku selalu takjub bin kagum pada mereka yang punya hewan peliharaan berbulu seperti kucing, anjing, kelinci, musang, atau unggas. Dan mereka masih tetap akur sesama anggota keluarga, pekerjaan beres, dan tetap bisa menikmati hidup tanpa drama.
Hingga suatu hari, aku melihat dengan mata kepalaku sendiri...saat itu aku berusia 9 tahun. Orang yang kukagumi karena hewan peliharaan berbulu itu melempar satu persatu anak-anak kucing yang baru dilahirkan kucing peliharaan temanku di atas loteng. Temanku menangis sejadi-jadinya. Memohon pada ayahnya mengembalikan anak-anak kucing itu ke tengah dekapan ibunya yang masih kelelahan usai melahirkan. Aku diam, bingung, tak bisa nangis, tapi pilu di dalam hati.
Ayahnya bilang,"Anak-anak kucing itu biar ada yang mungut di situ. Kalau dibuang ke jalan, mereka masih bisa balik lagi ke sini. Udah kamu diam. Masuk sana, urusin ibunya."
Keesokan harinya, temanku bersekolah seperti biasa. Kami beda sekolah dan beda waktu kepulangan sekolah. Aku pulang lebih sore. Pulang sekolah, aku main ke rumah temanku tuk melihat keadaannya. Sungguh, ia bisa menjalani hari seperti biasa, tapi keceriaannya hilang. Numb.
Kisah lainnya, baru terjadi sekitar setahun lalu. Si mpus yang ekornya terlihat menyembul di foto yang kutaruh ini, melahirkan sekitar 8 ekor anak kucing, kalau aku tidak salah hitung. Sehari setelah melahirkan, seekor anak kucing dijual oleh tuannya ke tetangga dekat rumah kami. Dia tetangga baru yang anak-anaknya suka dengan kucing berbulu tebal dan berekor menggemaskan itu. Apalagi kucing itu senang menyambangi rumah-rumah tetangga. Dia sering menemaniku mengetik di pagi atau sore hari. Mengelilingi tempatku ndeprok nge-laptop atau makan bakso atau camilan bareng. Aku nangis saat tahu dia dipisahkan dari anaknya hanya demi uang 800 ribu rupiah. Lalu, kudengar kabar kalau anak-anaknya yang lain juga dijual ke orang-orang jauh. Padahal mereka bukan keluarga tidak mampu. Mereka hidup berkecukupan. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka saat memisahkan ibu dan anak-anaknya.
Kalau kutanya, mereka hanya bilang," Habis berisik, Mbak Rani. Meong-meong terus rame di dalam."
How come? Bukankah kalian memelihara kucing-kucing lucu itu untuk disayangi? Dengan segala tingkah laku yang ada dalam diri mereka? Sungguh alasan yang tidak masuk akal, buatku.
Waktu pun berjalan begitu cepat. Anak kucing yang menghuni baru di samping rumahku itu senang duduk di balkon tuan barunya sambil memandangi hujan. Lalu, suatu pagi, aku baru selesai menulis. Tutup laptop, lalu aku ke kamar mandi untuk bersih-bersih sebelum istirahat sebentar setelah semalaman terjaga. Betapa kagetnya aku saat menggeser bak mandi besar, aku melihat si anak kucing berinisial C itu duduk diam dengan wajah memelas di belakang ember. Aku ajak keluar. C bergeming. Dia membuka menutup matanya saat kutatap. Sudah kupancing dengan makanan dan foto kucing dari hp, dia tetap diam. Padahal itu lantai kamar mandi basah. Rupanya dia sudah semalaman di sana. Dia masuk lewat atap dapur yang ia jebol pada siang hari. Aku memang mendengar suara seperti ada benda jatuh dari atas atap di siang hari kemarinnya. Dan aku baru sadar saat ia dibawa pulang pemiliknya. C kabur dari balkon berjalan ke atap rumahku. Dan entah bagaimana, ia berhasil menjebol atap dapur dan turun. Lalu, ia masuk bersembunyi di kamar mandi.
Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Tapi, satu yang pasti, hewan peliharaanmu adalah bagian dari anggota keluargamu. Bagian dari kehidupanmu yang lain. Hidup bersama hewan tidak sama dengan hidup bersama manusia. Dua bagian yang tidak sama di kehidupanmu yang sekali saja terjadi ini, masih bisa berjalan selaras jika kamu mau peduli bertindak tulus dari hati. Mereka juga butuh kamu awasi.
Maaf ya kalau tulisanku kali ini agak ke sana kemari hehe...
Aku sedih dan galau si ekor lembut nan tebal itu harus terpisah dari anak-anaknya...
Langganan:
Postingan (Atom)