Senin, 08 Oktober 2018

Books All Surrounded

Writing moment with books around me.




"A room without books is like a body without a soul." Cicero

Aku pun meng-iya-kan apa yang Cicero pahami ini. Jauh sebelum booming-nya budaya membaca, budaya mengoleksi buku yang jadi hiasan di rumah, dan menjamurnya workshop menulis yang melahirkan banyak penulis baru berbakat.

Tapi, jika boleh aku akan mengganti 'a soul' dengan 'bacteries'. Bagaimanapun, tubuh kita tidak akan terlepas dari yang namanya bakteri, kan? Mau dia bakteri jahat, maupun bakteri baik. Sedangkan, 'soul', sungguh mengerikan jika tubuh terlepas dari jiwanya. Mungkin Cicero ingin menekankan sesuatu dalam kalimatnya. Sesuatu yang dalam jika kau hiduo di suatu ruangan tanpa buku-buku itu.

Aku mencoba menelusuri jalan pikiran orang-orang di sekitar. Baik dia sebagai netizen atau citizen. Ini penelusuran setelah bermangkuk-mangkuk bakso kunikmati, bergelas-gelas air kuteguk, dan ribuan uang kuhabiskan untuk naik turun kendaraan menuju perpustakaan dan rumah orang dengan books all surrounded. 

Kira-kira, mengapa ya mereka punya banyak buku di tempat tinggalnya? Mungkinkah poin-poin yang kutuliskan di bawah ini juga jadi salah satu alasan kamu punya banyak buku di rumah?

  • Terlanjur beli pas jalan-jalan di toko buku. Entah karena kepincut kaver depannya, blurb-nya, atau nama penulis dan genre-nya. Sampai di rumah, mungkin buku itu tidak langsung dibuka karena kesibukan yang menanti di depan mata. Sampai akhirnya, buku itu jadi penghuni tetap kamar bersama buku-buku baru lainnya yang berdatangan karena terlanjur dibeli juga hehe...
  • Kesepian. Bukan si pemilik ruangannya yang kesepian. Melainkan rak atau lemari di kamarnya. Punya lemari kok isinya pajangan thok bersama produk-produk kecantikan yang tidak seberapa jumlahnya. Jadilah lemari atau rak yang kesepian diisi buku-buku aneka genre. 
  • Hadiah. Momen tertentu seperti ulang tahun, kenaikan kelas, dapat proyek, pernikahan, kelahiran anak, seringkali mengundang orang-orang terdekat menghadiahi kita buku. Apalagi kalau mereka tahu kita tukang baca. Baca apa saja di jalan. Sampai hampir menabrak tiang listrik atau terjungkal di trotoar. Dan membaca 'seseorang'. 
  • Pengganjal furniture. Serius, aku pernah nemu buku-buku itu dipakai buat mengganjal lemari yang kacanya suka goyang, mejanya sering unstable akibat lantai tak rata, dan figura foto bagian belakangnya dah somplak, sementara bagian depannya masih paripurna. 
  •  Miss Giveaway. Sebagian besar kamu pasti deh langganan menang kuis atau giveaway di medsos? Ya, kan? Dah gitu sering hadiahnya berupa buku seperti novel, buku motivasi, majalah, atau kumpulan puisi. Tak heran jika di ruangan pribadi kamu banyak bukunya. Aroma kemenangannya pun masih tajam tercium. 
  • Karena kamu penulis. Mustahil jika hanya ada sedikit buku di ruangan kamu, sementara kamu seorang penulis. Minimal, kamu punya e-book di tab/gawai kamu yang canggih itu. Eh, tapi ya menurutku, buku itu lebih seksi kalau bentuknya fisik. Ya, nggak sih? Hihi.. Oh iya, by the way, untuk bisa menulis sebuah buku karya sendiri, seorang penulis itu setidaknya melakukan library research dan atau membeli buku 5 sampai 20 eksemplar lho. Dengan judul dan penerbit yang berbeda. Di samping melakukan field research seperti bertemu narasumber, mewawancarai pihak terkait, dan mengambil foto di lapangan yang berkaitan dengan tuliannya.  
  • Mendapat warisan. Kamu yang punya keluarga (orangtua, kakek, nenek, paman, bibi, kakak, adik, dll) doyan membaca pasti akan mendapat warisan berupa buku. Bersyukurlah untuk itu. Karena kamu mendapat warisan yang tak ternilai harganya. Asal jangan warisannya buku hutang ya...hehe...
  • Silakan lanjutkan sendiri, kira-kira apa yang terjadi sebelumnya sampai kamu punya banyak buku dalam ruangan kamu. 
Sungguh dalam tulisan ini aku hanya sekadar bercerita apa yang kutahu. Yang kutahu ini pasti ada bedanya dengan yang kamu tahu. Dan satu lagi, yang menarik dari sebuah buku adalah meski ada kata-kata kasar di dalamnya, tapi anehnya saat membacanya aku tak merasa dizalimi. Malah seringnya senyum-senyum sendiri.


NB: 
Ah, buku itu ya tak pernah memaki kita. Malah kita yang sering memaki buku bila isinya tak sesuai dengan apa yang kita pikirkan usai melihat kavernya. 

Drop the line and please be my guest...thanks a bunch^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar