Senin, 20 Januari 2014

Ibuku...Spirit Charger-ku


No one ever saw me like you do
All the things that I could add up to
I never knew just what a smile was worth
But your eyes say everything without a single word

Cause there's something in the way , You look at me ...
Oh, Mom. Cause there's someting in the way you look at me that could make me feel better in every sorrow and tiredness.

Lagu Christian Bautista 'The way You Look At Me' sering sekali diputar di ruang tengah kami. Itu lagu favorit ibu dan aku. Kalau ibu dan aku sedang dalam keadaan sama - sama lelah setelah beraktifitas biasanya selesai sholat dan baca AlQuran , kami putar lagu itu melalui handphone kemudian nyanyi bersama. Bukan karaokean sih tapi nyanyi aja di samping speaker hp, ya..balapan gitu sama lagunya, hehe. Seringkali kalau aku sedang kurang fit sementara kerjaan menumpuk, ibu sering menghiburku dengan mengatakan, " Si Bautista ganteng juga ya, Ran. Manisnya kayak orang Jawa. Apa blasteran kali ya. Suaranya juga bagus buat baca Qur'an bagus tuh ? " Mendengar ibu yang berbicara dengan nada ringan seperti itu, aku langsung tertawa geli. "Ibu..ibu..ada - ada aja."

Jadi ingat waktu SMU dulu. Kegiatanku banyak, ya belajar, ya OSIS, ya les Bahasa Inggris, sehingga aku sering telat makan dan kurang istirahat. Aku jadi mudah sekali pingsan (mbandelnya aku karena malas makan juga sihh). Kalau sudah pingsan aku minta izin pulang lebih awal dari sekolah. Sampai di rumah, ibu langsung buatkan aku teh manis panas. Kemudian aku minta ibu meletakkan telapak tangannya di kepalaku sambil bilang, "...panas kan bu panas..nih, perutku juga bu, kalau dipegang sama ibu pasti langsung sembuh."
Tangan ibuku ajaib deh, bisa menyembuhkan sakit jadi ingat kisah Ponari dan batu yang katanya bisa menyembuhkan, nyatanya tidak sehebat tangan ibu. Kurasa semua tangan ibu di dunia ini juga seperti itu, ikatan batin yang kuat antara ibu dan anak yang mampu menyamankan hati keduanya. Efek psikologis yang mungkin tidak dimiliki hubungan lainnya. Bisa dibilang beliaulah penyemangatku, di saat sedih dan sakit. Di saat sepertinya dunia ini semakin menghimpitku dengan hingar bingarnya.

Oh iya, terkadang kalau kami sedang sama - sama tidak bergairah menjalani rutinitas kerja, ibu dan aku biasanya nonton di bioskop. Pernah suatu kali kami sekeluarga nonton film Indonesia. Waktu itu bulan Ramadhan. Aku dan kedua saudaraku terbiasa lengang saja saat bepergian. Lebih baik membeli camilan di tempat nonton saja. Berbeda dengan ibu. Beliau menyiapkan kue - kue yang dibelinya dan teh manis panas dalam termos mini untuk piknik. Saat kutanya untuk apa repot membawa makanan, ibu dengan santai menjawab,"Filmnya kan pasti agak lama tuh, ya lewat dikitlah dari magrib. Mendingan kita buka dulu pake kue sama teh manis yang udah ibu siapin. Daripada repot beli di sana, apalagi kamu sukanya beli makanan yang cepat saji gitu, ibu nggak terlalu suka."

Alhasil, ibu membawa makanan dan minuman dari rumah dalam tas besar yang mau dibawanya sendiri. Dan ternyata makanan dan minuman itu habis juga disantap kami berempat sambil masih asyik nonton film yang durasinya agak panjang itu hhehe. Selesai nonton langsung sholat magrib baru setelahnya makan di Food Court. Tapi berhubung semua orang memilih berbuka di tempat yang sama jadi kami harus menunggu pesanan makanan kami kurang lebih dua puluh menit. Kebayang dong apa jadinya kalau ibu tadi tidak membawa teh manis hangat dan kue dari rumah. Pastinya antri juga beli minuman di Mal.

Semangat ibu juga tidak pernah surut. Seolah dia punya daya ekstra yang akan senantiasa diberikannya setiap kali anak - anaknya butuh semangat atau 'a shoulder to cry on'. Sedih rasanya kalau lihat beliau sakit. Jadi terasa runtuh dua kali semangatku. Pernah satu kali beliau terlihat murung di hari adikku pergi karya wisata ke Jogja. Untuk mengusir sedihnya, aku kemudian mengajak ibu nonton film 'Sang Pemimpi'. Sayangnya, kami kebagian kursi di deretan dua dari belakang. Aku dan ibu harus agak sedikit mendongakkan kepala agar gambar dalam layar dapat terlihat lebih jelas. Kudapati senyum ibu yang mengembang jadi tawa renyah saat melihat adegan lucu tiga orang sahabat yang dibesarkan bersama di Belitung. Namun, tidak lama. Sesaat kemudian ibu murung lagi. "Ibu kenapa sih dari tadi murung aja ?" tanyaku setengah berbisik.
"Hari ini kan adikmu ulang tahun tapi malah pergi ke Jogja. Biasanya kita kan nonton bareng ya?"

Ternyata ibu sedih karena tidak bisa nonton bersama adikku. Pulang nonton kami makan di restoran bergaya Cina Melayu kuno (Sagoo Kitchen). "Enak banget makan di sini. Mie teriyakinya enak, suasananya ngingetin ke masa - masa pacaran ibu dulu sama bapak, lagunya apalagi bikin ibu ngantuk."
"Eits..eits, jangan tidur dulu, bu. Kan makanannya belum habis. Mendingan kita foto - foto dulu abis itu baru..." Belum selesai aku bicara ibu menarik - narik tanganku. "Liat deh, Ran. Kasirnya mirip siapa ya. Tunggu, ibu inget - inget dulu. Oh ini, mirip Kembung..Kembung itu lho bintang film Korea yang Kiki suka tonton tiap sore."

Owalah ibu..ibu..Kim Bum maksudnya. Ternyata ibuku sudah tertular virus Boys Before Flower dari adikku.
Sayang sungguh sayang pas ibu dan aku mau foto bareng sama Mas Kim Bum wannabe, dia sudah berganti shift dengan temannya.
"Sayang ya, Ran. Mas Kim Bumnya wis kabur, kalau nggak lumayan buat oleh - oleh Kiki."

Akhirnya, kami foto berdua saja. Berdua tetap lebih baik, kok.

Dan asyiknya lagi dekat-dekat sama ibu tuh...tercurah terus doa tuk kebaikan hidup kita... ^_^

#adayangtercurahtanpaterputus #doaIbu








Tidak ada komentar:

Posting Komentar