Selasa, 12 Maret 2019

Aku Seorang Pluviophile


Aku seorang Pluviophile...
Pecinta hujan, yang temukan kedamaian dalam rinainya.

Penggalan kalimat di atas ada dalam novel aku berjudul Morning Dew and the Togetherness We Share. Sengaja kusisipkan salah satu kesukaan aku ini biar para pembaca yang memiliki kesamaan denganku juga turut berbahagia. Eh, ternyata ada ya istilah unuk menyebut seorang pecinta hujan...Kurang lebih seperti itu pikiranku saat menuliskan bab 15  novel yang diterbitkan oleh Elexmedia ini.

Foto ini pernah juga kuposting di Facebook Ulfah Khaerani (dengan foto profil gambar novel MDATTWS, awas jangan Ulfah yang lain yaah hehe...). Lalu, ada seorang penulis yang tanya ke aku..."mbak Ulfah kenapa suka hujan?"

Kujawab cepat, bahwa hujan membawa ketenangan. Lalu, kujabarkan dengan secepat mungkin kekuatan tangan dan otak saat menjawab chat bahwa ketenangan yang dimaksud dimulai dengan munculnya PETRICHOR, yaitu aroma tanah yang menyatu bersama bakteri dan terkena tetesan hujan hingga menguap aromanya. Kemudian, udara di sekitarya menjadi sejuk, adem, dan pastinya menenangkan. Ditambah, kalau di Islam, hujan adalah salah satu momen dimana doa-doa diijabah Allah Subhanahu wata'ala. Dan aku percaya pada janji Tuhanku.

Ah, aku jadi teringat masa kecil dimana aku sangat takut ketika hujan turun dan aku berada di dalam rumah. Tetesan demi tetesan hujan mulai dari kecil hingga makin lama makin besar itu seperti hendak menghantam atap rumah dan meluluhlantakkannya. Yah, namanya juga imajinasi anak SD kelas 2 ya... hihi...
Lalu, bapakku inisiatif mengambil payung super besar dan mengajakku pergi keluar rumah. Bapak bilang mau main hujan-hujanan. Meskipun aku takut, genggaman hangat tangan bapak menguatkanku. Hingga aku berani memakai sandal dan perlahan tapi pasti aku akhirnya sudah berada di luar pagar rumah. Aku dan bapak jalan beriringan di bawah payung dari satu gang ke gang lain hingga kami sampai di taman komplek. Saat itu tidak ada petir. Hanya air hujan bak air bah yang terus turun dan menggenangi jalan-jalan berlubang parah. Sejak saat itu, aku tak takut lagi pada hujan. Jika hujan turun aku malah bersiap mengambil payung. Dan seringnya malah mandi hujan tanpa payung di samping rumah yang terbuka atapnya, namun tak terlihat dari luar itu.  Bebas, tidak ada yang memarahi. Kalau hujan sudah mulai surut dan sisa rintikan saja, barulah aku masuk untuk segera mandi membersihkan sekujur tubuh. Sungguh hujan air rahmat bagiku. Rinainya menenangkan. Tetesannya di tubuhku bak vitamin yang membuatku kuat.

Kalau kamu, apakah suka hujan juga?



Tidak ada komentar:

Posting Komentar